Search This Blog

Friday, July 08, 2011

-K E L A H I R A N-

Pada suatu ketika, di wilayah kediaman azali, eksistensiku keluar dari relung itu menjadi kenyataan, dari puncak-puncak yang tinggi aku turun ke dunia rendah ini.

Di sini aku menemukan seorang perawat, yang umurnya setua pergerakan bintang-bintang. Perempuan tua yang subur, yang lupa pada matahari dan tempat berteduh, itulah yang menyusui dan membesarkan umat manusia.

Dengan memiliki benih-benih utama, dia memberikan kelahiran pada tanam-tanaman dan binatang-binatang, dan memberi makan pada setiap spesies sesuai dengan tingkatannya.

Seperti seorang ibu, dia membesarkan aku dengan teteknya. Aku masih kanak-kanak; dan sekalipun begitu dimatanya aku hanyalah laksana sebongkah kayu.
Selama bagian dari diriku tak menyadari keadaanku: Aku mengonsumsi makanan dari tumbuh-tumbuhan, dan hidup bersama-sama dengan mereka.

Perawatku membawa aku pergi melewati semua jenis eksistensi. Pertama, dia membuatkan aku sebuah jubah hijau; lalu dia memberiku sebuah mantel yang berwarna merah delima.
Ketika aku melepaskan yang merah dan yang hijau, dia menjahitkan aku sebuah jas putih. Kemudian, ketika aku merobek jas putihku, maka dia memakaikan yang merah sekali lagi padaku.

Sementara itu, pada bagian bumi yang gelap, perempuan itu secara diam-diam membangun sebuah kamar putih bersih untukku, penuh dengan monster-monster berkepala tujuh.
Tempat itu memiliki enam bilik, empat ruangan dan lima pintu. Dia melengkapi kamar ini dengan perabotan dan menutupnya dari luar.

Lalu, untuk membesarkan aku, dia menunjukkan aku Sembilan bulan dengan Sembilan bidang. Ketika keadaan jasmaniku telah menjadi kuat dan llebih tegap, dia mengirimkan aku ke kota ayahku.

Di perbatasan jalan antara Roma dan Ethiopia, aku melihat sebuah kota yang dikelilingi oleh penerangan yang indah. Dari luar tampak baru, dan dari dalam tampak tua. Kota itu mempunyai tanah yang sangat menarik dan atmosfer yang berbau jahat.
Disana, segala sesuatu tumbuh secara terbalik, seperti bayangan benda dalam air.

Seperti hati seorang pelajar, ia memiliki cabang yang menuju ke bawah dan akar yang menuju ke atas. Pada daerah-daerah itu, mereka memasang tenda-tenda angin dan menancapi bumi dengan pasak-pasak api dan tali-tali dari air.

Ada malaikat dengan dua wajah dan sepuluh kepala, keturunan dari dua ibu dan dua ayah. Dia adalah esensi dari kemuliaan dan keajaiban, pengetahuan dan keadilan; tapi dia adalah sebuah pena yang telah menuliskan tentang keserakahan, kebencian dan hawa nafsu. Dia adalah kekuatan yang menghidupkan jiwa-jiwa para setan dan binatang-binatang liar, baik buas maupun jinak.

Dari dialah suatu materi menerima kekuatannya; dan dia jugalah yang mengaktifkan kecerdasan (intelegensi) dan alat-alat inderawi. Sisi luarnya terbuat dari api, sementara hakikat terdalamnya dari cahaya. Secara lahiriah, dia adalah satu; dan secara batiniah, dia terbagi menjadi empat bagian.

Kekuatannya terletak pada keseimbangan yang terjaga antara ibu dan ayah, materi dan essensi; dan kelemahannya terletak pada lemahnya penyatuan mereka dan kesementaraan waktu dari anak-cucu mereka.

Dan kemudian, melalui kemampuan-kemampuanku aku menjadi kenal dengann Tuhan bagi penciptaan dan perubahan. Dia menerimaku dengan sangat baik dan memberiku substansi; dia mengembangkan jiwaku dan menempatkanku pada tempat yang layak.

Ketika proses mengenali satu demi satu pintu-pintu gerbang dan batas-batas dari rumah itu, jiwa-jiwa mempercayakan keempat batas rumah itu pada tujuh pesuruh yang sabar, dan mempercayakan lima pintu gerbang pada lima pencari pengetahuan.

Dari peristiwa ini aku disadarkan pada realitas nyata dari wujudku, aku – untuk pertama kalinya – mulai makan seperti layaknya seekor binatang buas.
Kemudian aku melihat sekawanan binatang liar dan setan-setan. Meskipun sedih dengan sifatnya, mereka dalam kondisi kepuasan nafsu yang membahagiakan.

Aku menyeberangi berbagai pegunungan dan padang pasir, dan sekalipun begitu ke manapun bepergian, aku selalu tertekan oleh binatang-binatang buas yang bernafsu sangat besardan berpandangan dangkal itu.

Sungguh, ditempat ini aku diliputi dengan pemandangan akan makhluk-makhluk lapar yang sama sekali tidak pernah merasa kenyang.

Di dalam jiwa terdapat intuisi tentang adanya keadaan yang superior; dan pada saat menunjukkan dirinya sendiri, jiwa secara tiba-tiba menarikku ke atas, dan aku meloncat dari dunia yang menjadi tempat yang aman menuju ke angkasa.

Bagaimanapun, ketika kembali pada kondisi alamiku, aku sekali lagi berada di antara banyak setaan-setan dan segala macam jenis binatang buas.
Keadaan fisikku sedang menarikku ke bawah, sementara essensiku yang kreatif mendorongku ke atas.

Dan di sini aku tetap, menangguhkan, tujuanku yang masih jauh, jalan yang sangat sukar dan penuh bahaya yang menakutkan. Aku tinggal disana, terombang-ambing tanpa pengetahuan ataupun kekuatan, dengan tanpa bimbingan lain selain dari binatang-binatang buas yang buta.

Akhirnya, kusurutkan langkahku dari padang rumput dan jalan itu; dan kemudian aku temukan jalan lain – dan seorang pembimbing – yang membuatku dapat merasakan cinta.
........
(akhirnya mampu menuliskan lagi 'Kelahiran' dari Sair ul Ibad -Sana'i-)

to be continued...

MemaR pada NalaR

cuma bisa memandangi blog-ku, tulisan-tulisanku yang ada kemungkinan hiasan palsu..

rasa itu sulit sekali datang, terlalu sibuk dengan hal yang sulit untuk di pandang, di pandang dengan hakikat hati, aku bahkan tak tau apa sebenarnya tujuan-ku, apakah tulus ataukah semu..

dulu bisa dengan mudah menguraikan kisah Cinta, Cinta yang bahkan sulit untuk ku cerna, Cinta yang bahkan tak bisa aku ucapkan, Cinta yang bahkan ku gambarkan dengan samar melalui tulisan....

kadang berpikir untuk menghilang seperti sang pangeran ('Bab Aziz'), berkontemplasi dengan diri bersama yang Hakiki..

tapi sekali lagi aku lupa dengan letak 'ingin' yang tak bisa ku atur sendiri, dengan 'ingin' yang sangat egois, 'ingin' yang ku pikir begitu magis hingga menutupi 'ingin' yang lebih fantastis...

entah sekarang aku sedang apa, berkeluh kesah atau sedang melempar serapah yang mubah, sungguh semua terasa hambar, bahkan tebu murni pun takkan bisa menawarkan rasa manis saat ini..

......
-di suatu waktu, sang pangeran yang sangat gemar dengan khamar bosan hingga beralih ke air tawar-

pertama : pangeran bilang 'air ini hambar, tambahkan khamar, aku ingin rasa'

kedua : pangeran bilang 'air ini masih hambar, tambahkan lagi khamar, aku ingin rasa'

ketiga : pangeran bilang 'air ini masih saja HAMBAR, tambahkan khamar, aku ingin adanya RASA'

kesekian kali (akhirnya air sudah hampir berupa khamar) : pangeran bilang 'air ini HAMBAR, bawakan KHAMAR!!!!!!!!!!

-dibawakanlah goblet Khamar dengan rasa terbaik-

Goblet dilemparkan 'INI HAMBARRRRR'!!!

pangeran berlari keluar mencari rasa, terhujam luka pada nalar yang bahkan masih terasa samar baginya..

sesaat bertemulah pangeran dengan kubangan air di tengah gurun, dengan 'ingin' yang bukan miliknya dia merasa bahwa air itu berisi 'rasa' yang bahkan membuatnya mabuk dengan hanya setetes, bukan seteguk atau semangkuk..

-wahai Cinta, Sang Maha Kasih, aku sedang meRindukanMu,,,,-

*ke-Bingung-an* @_@