Search This Blog

Saturday, October 29, 2011



oh... maulana oh.. maulana...

'sejenak terhenyak dengan pintas sekilas kalbu membahas'
beberapa ujaran mu begitu indah,
menggugah jiwa,
memancing tanya...

beberapa bait maulana berujar..

"aku sudah muak dengan binatang buas dan binatang lain;
yang kuinginkan hanyalah manusia,
insanam arzust"

-sesaat terpikir dan berpikir-
(lalu apa atau siapakah manusia atau juga binatang?)

maulana kembali berujar..

"jelaslah,,..
tidak semua yang berwajah manusia itu manusia"

-???mmmmm???-

maulana melanjutkan..

"kata manusia disini sama sekali bukanlah manusia yang dalam Al-Quran
dilukiskan sebagai 'seperti binatang ternak,
bahkan mereka lebih sesat lagi (QS Al-A'raf [7]: 179)"

-agak tercerahkan-
(tujuan manusia didunia ini adalah untuk menjadi manusia sejati (mard))

lalu maulana memahamkan mard dalam penggambarannya..

"pencari dunia itu wanita
pencari akhirat itu hermaprodit
pencari Tuhan itu pria"

-what???-
(merasa wanita lalu daku terhenyak (bahkan hingga sesak))

"jika karena jenggot dan testis lantas jadi 'pria',
rusa jantan pun cukup berambut dan berjenggot (MV 3345)"

-sedikit tersenyum diri merasa tercerahkan-
(manusianya Tuhan tidak ada hubungannya dengan jenis kelamin)

"jika diri yang telanjang itu 'manusia',
tentu bawang putih pun juga manusia" (D 1069)

..'n_n'..

!!!'''..oh maulana,

terbentang jarak bermilyar detik hembusan hidupmu dan keberadaan-ku..
laksana wujud kau duduk didepanku,
menjawab tanya dangkalnya akalkul..

kubaca buku cinta itu siang dan malam (seperti ujaranmu),merayap tersendat
ku coba tuliskan kisah cintaku dengan Dirinya..

oh.. maulana, oh.. maulana
(maaf jika ku tersenyum seakan menatapmu) ^__^

Friday, July 08, 2011

-K E L A H I R A N-

Pada suatu ketika, di wilayah kediaman azali, eksistensiku keluar dari relung itu menjadi kenyataan, dari puncak-puncak yang tinggi aku turun ke dunia rendah ini.

Di sini aku menemukan seorang perawat, yang umurnya setua pergerakan bintang-bintang. Perempuan tua yang subur, yang lupa pada matahari dan tempat berteduh, itulah yang menyusui dan membesarkan umat manusia.

Dengan memiliki benih-benih utama, dia memberikan kelahiran pada tanam-tanaman dan binatang-binatang, dan memberi makan pada setiap spesies sesuai dengan tingkatannya.

Seperti seorang ibu, dia membesarkan aku dengan teteknya. Aku masih kanak-kanak; dan sekalipun begitu dimatanya aku hanyalah laksana sebongkah kayu.
Selama bagian dari diriku tak menyadari keadaanku: Aku mengonsumsi makanan dari tumbuh-tumbuhan, dan hidup bersama-sama dengan mereka.

Perawatku membawa aku pergi melewati semua jenis eksistensi. Pertama, dia membuatkan aku sebuah jubah hijau; lalu dia memberiku sebuah mantel yang berwarna merah delima.
Ketika aku melepaskan yang merah dan yang hijau, dia menjahitkan aku sebuah jas putih. Kemudian, ketika aku merobek jas putihku, maka dia memakaikan yang merah sekali lagi padaku.

Sementara itu, pada bagian bumi yang gelap, perempuan itu secara diam-diam membangun sebuah kamar putih bersih untukku, penuh dengan monster-monster berkepala tujuh.
Tempat itu memiliki enam bilik, empat ruangan dan lima pintu. Dia melengkapi kamar ini dengan perabotan dan menutupnya dari luar.

Lalu, untuk membesarkan aku, dia menunjukkan aku Sembilan bulan dengan Sembilan bidang. Ketika keadaan jasmaniku telah menjadi kuat dan llebih tegap, dia mengirimkan aku ke kota ayahku.

Di perbatasan jalan antara Roma dan Ethiopia, aku melihat sebuah kota yang dikelilingi oleh penerangan yang indah. Dari luar tampak baru, dan dari dalam tampak tua. Kota itu mempunyai tanah yang sangat menarik dan atmosfer yang berbau jahat.
Disana, segala sesuatu tumbuh secara terbalik, seperti bayangan benda dalam air.

Seperti hati seorang pelajar, ia memiliki cabang yang menuju ke bawah dan akar yang menuju ke atas. Pada daerah-daerah itu, mereka memasang tenda-tenda angin dan menancapi bumi dengan pasak-pasak api dan tali-tali dari air.

Ada malaikat dengan dua wajah dan sepuluh kepala, keturunan dari dua ibu dan dua ayah. Dia adalah esensi dari kemuliaan dan keajaiban, pengetahuan dan keadilan; tapi dia adalah sebuah pena yang telah menuliskan tentang keserakahan, kebencian dan hawa nafsu. Dia adalah kekuatan yang menghidupkan jiwa-jiwa para setan dan binatang-binatang liar, baik buas maupun jinak.

Dari dialah suatu materi menerima kekuatannya; dan dia jugalah yang mengaktifkan kecerdasan (intelegensi) dan alat-alat inderawi. Sisi luarnya terbuat dari api, sementara hakikat terdalamnya dari cahaya. Secara lahiriah, dia adalah satu; dan secara batiniah, dia terbagi menjadi empat bagian.

Kekuatannya terletak pada keseimbangan yang terjaga antara ibu dan ayah, materi dan essensi; dan kelemahannya terletak pada lemahnya penyatuan mereka dan kesementaraan waktu dari anak-cucu mereka.

Dan kemudian, melalui kemampuan-kemampuanku aku menjadi kenal dengann Tuhan bagi penciptaan dan perubahan. Dia menerimaku dengan sangat baik dan memberiku substansi; dia mengembangkan jiwaku dan menempatkanku pada tempat yang layak.

Ketika proses mengenali satu demi satu pintu-pintu gerbang dan batas-batas dari rumah itu, jiwa-jiwa mempercayakan keempat batas rumah itu pada tujuh pesuruh yang sabar, dan mempercayakan lima pintu gerbang pada lima pencari pengetahuan.

Dari peristiwa ini aku disadarkan pada realitas nyata dari wujudku, aku – untuk pertama kalinya – mulai makan seperti layaknya seekor binatang buas.
Kemudian aku melihat sekawanan binatang liar dan setan-setan. Meskipun sedih dengan sifatnya, mereka dalam kondisi kepuasan nafsu yang membahagiakan.

Aku menyeberangi berbagai pegunungan dan padang pasir, dan sekalipun begitu ke manapun bepergian, aku selalu tertekan oleh binatang-binatang buas yang bernafsu sangat besardan berpandangan dangkal itu.

Sungguh, ditempat ini aku diliputi dengan pemandangan akan makhluk-makhluk lapar yang sama sekali tidak pernah merasa kenyang.

Di dalam jiwa terdapat intuisi tentang adanya keadaan yang superior; dan pada saat menunjukkan dirinya sendiri, jiwa secara tiba-tiba menarikku ke atas, dan aku meloncat dari dunia yang menjadi tempat yang aman menuju ke angkasa.

Bagaimanapun, ketika kembali pada kondisi alamiku, aku sekali lagi berada di antara banyak setaan-setan dan segala macam jenis binatang buas.
Keadaan fisikku sedang menarikku ke bawah, sementara essensiku yang kreatif mendorongku ke atas.

Dan di sini aku tetap, menangguhkan, tujuanku yang masih jauh, jalan yang sangat sukar dan penuh bahaya yang menakutkan. Aku tinggal disana, terombang-ambing tanpa pengetahuan ataupun kekuatan, dengan tanpa bimbingan lain selain dari binatang-binatang buas yang buta.

Akhirnya, kusurutkan langkahku dari padang rumput dan jalan itu; dan kemudian aku temukan jalan lain – dan seorang pembimbing – yang membuatku dapat merasakan cinta.
........
(akhirnya mampu menuliskan lagi 'Kelahiran' dari Sair ul Ibad -Sana'i-)

to be continued...

MemaR pada NalaR

cuma bisa memandangi blog-ku, tulisan-tulisanku yang ada kemungkinan hiasan palsu..

rasa itu sulit sekali datang, terlalu sibuk dengan hal yang sulit untuk di pandang, di pandang dengan hakikat hati, aku bahkan tak tau apa sebenarnya tujuan-ku, apakah tulus ataukah semu..

dulu bisa dengan mudah menguraikan kisah Cinta, Cinta yang bahkan sulit untuk ku cerna, Cinta yang bahkan tak bisa aku ucapkan, Cinta yang bahkan ku gambarkan dengan samar melalui tulisan....

kadang berpikir untuk menghilang seperti sang pangeran ('Bab Aziz'), berkontemplasi dengan diri bersama yang Hakiki..

tapi sekali lagi aku lupa dengan letak 'ingin' yang tak bisa ku atur sendiri, dengan 'ingin' yang sangat egois, 'ingin' yang ku pikir begitu magis hingga menutupi 'ingin' yang lebih fantastis...

entah sekarang aku sedang apa, berkeluh kesah atau sedang melempar serapah yang mubah, sungguh semua terasa hambar, bahkan tebu murni pun takkan bisa menawarkan rasa manis saat ini..

......
-di suatu waktu, sang pangeran yang sangat gemar dengan khamar bosan hingga beralih ke air tawar-

pertama : pangeran bilang 'air ini hambar, tambahkan khamar, aku ingin rasa'

kedua : pangeran bilang 'air ini masih hambar, tambahkan lagi khamar, aku ingin rasa'

ketiga : pangeran bilang 'air ini masih saja HAMBAR, tambahkan khamar, aku ingin adanya RASA'

kesekian kali (akhirnya air sudah hampir berupa khamar) : pangeran bilang 'air ini HAMBAR, bawakan KHAMAR!!!!!!!!!!

-dibawakanlah goblet Khamar dengan rasa terbaik-

Goblet dilemparkan 'INI HAMBARRRRR'!!!

pangeran berlari keluar mencari rasa, terhujam luka pada nalar yang bahkan masih terasa samar baginya..

sesaat bertemulah pangeran dengan kubangan air di tengah gurun, dengan 'ingin' yang bukan miliknya dia merasa bahwa air itu berisi 'rasa' yang bahkan membuatnya mabuk dengan hanya setetes, bukan seteguk atau semangkuk..

-wahai Cinta, Sang Maha Kasih, aku sedang meRindukanMu,,,,-

*ke-Bingung-an* @_@

Saturday, April 16, 2011

Tarian Makam

















................

Rayuan malam
Menghantarkannya pada panggung kegelapan,

Memayunginya dengan kabut ketiadaan,

"Adakah gelap perlu pemandangan?"

Dia tanya pada pekat yang membutakan.

"Siapa yang kau pesonakan,
Wahai penari muram disinaran hitam?"

Dia tanya pada rakam aksara bertinta hitam.

,,,
Wahai dawai tanpa suara,
Tidakkah kau lelah berteriak dalam kebisuan,,

Wahai rampai yang berbisik pada si tuli,
Sadarkah kau bahwa tak ada yang mendengarkan,,

Turunlah...
Kembalilah...

Baringkan jiwa mu dalam ketenangan...

Kau tak ada...
Kau bukan apa-apa...

Cukupkan diri berdiam,
Dalam noktah ke'nafi'an yang sesungguhnya membahagiakan.....

,,,,,,,,,,,,,,,

Tuesday, March 22, 2011

Ibrahim bin Adham (160 H/777 M)

Ibrahim bin Adham dilahirkan di Balkh. Ia adalah anak seorang raja di Khurasan. Ia insyaf karena mendengar bisikan suara Ilahi ketika ia sedang berburu, dan sejak itu ia hidup dalam kefakiran dan kesederhanaan, mencari nafkah dengan hasil jerih payah tangannya sendiri. Ajarannya terutama berkaitan dengan assketisisme atau kezuhudan (zuhd), tetapi juga dengan tasawuf dan memusatkan perhatiannya terutama pada meditasi (muraqabah) dan gnosis atau makrifat (ma’rifah).

Untuk menjadi seorang wali Allah, engkau tidak boleh mencintai apapun di dunia ini atau di akhirat nanti dan engkau harus menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah dan menghadapkan wajahmu kepada-Nya, tidak menginginkan dunia ini dan akhirat nanti. Mencintai dunia ini berarti berpaling dari Allah demi kepentingan yang bersifat sementara, dan mencintai akhirat berarti berpaling dari Allah demi kepentingan yang bersifat abadi. Sesuatu yang bersifat sementara akan berlalu dan meninggalkannya pun bersifat sementara, tetapi meninggalkan apa yang abadi tidak akan berakhir.

Ada orang yang selalu merasa tidak puas dengan keadaannya dan mengeluhkan kemiskinannya. Ibrahim bin Adham berkata padanya: “Anakku, barangkali engkau membayar sedikit untuk kemiskinanmu?” “omonganmu ngawur,” kata orang itu, “engkau harus malu dengan dirimu sendiri. Apa ada orang yang membeli kemiskinan?” Ibrahim menjawab: “Bagiku, aku memilih kemiskinan atas dasar kebebasan kehendak dalam diriku. Bahkan, aku pun membelinya dengan harga dunia ini, dan aku akan membeli lagi sebagian kemiskinan ini dengan seratus kata, karena setiap saat kemiskinan menjadi lebih berharga bagiku. Ketika aku menemukan barang berharga ini, aku mengucapkan selamat tinggal pada kerajaan. Tanpa ragu barang sedikit pun, aku mengetahui nilai dan harga kemiskinan, sementara engkau tetap tidak mengetahuinya. Aku berterima kasih atas hal ini, sementara engkau sama sekali tidak berterima kasih. Mereka yang menginginkan hal-hal bersifat spiritual bersedia mengorbankan jiwa dan raganya demi mencarinya, dan mereka menghabiskan umur mereka demi mencintai Allah. Ambisi, hasrat, dan keinginan mereka adalah bersahabat dengan-Nya dan terbang melampaui segala sesuatu yang bersifat jasmani dan bersifat ruhani. Bila engkau termasuk orang yang tidak punya cukup ambisi seperti ini, pergilah, karena engkau sama sekali tidak pantas memperoleh anugerah Allah.


dari Tazkirat Al-Auliya


“Orang yang cinta Allah itu hilang, dalam melihat Allah hingga lenyap dirinya, dan dia tidak boleh membezakan yang mana penderitaan dan yang mana kesenangan.”

Diambil dari buku yang ditulis oleh Farid Al-Din Attar

Ibrahim bin Adham (Bahagian 1)

Abu Ishak Ibrahim bin Adham, lahir di Balkh dari keluarga bangsawan Arab di dalam sejarah sufi disebutkan sebagai seorang raja yang meninggalkan kerajaannya – sama dengan kisah Gautama Buddha – lalu mengembara ke arah Barat untuk menjalani hidup bersendirian yang sempurna sambil mencari nafkah melalui kerja kasar yang halal hingga ia meninggal dunia di negeria Persia kira-kira tahun 165H/782M. Beberapa sumber mengatakan bahawa Ibrahim terbunuh ketika mengikuti angkatan laut yang menyerang Bizantium. Taubatnya Ibrahim merupakan sebuat kisah yang unik dalam kehidupan kaum muslimin.

Kisah mengenai diri Ibrahim bin Adham

Ibrahim bin Adham adalah Raja Balkh dan memiliki daerah kekuasannya yang sangat luas. Ke mana pun ia pergi, empat puluh buah pedang emas dan empat puluh buat tongkat kebesaran emas diusing di depan dan di belakangnya. Pada suatu malam ketika ia tertidur di bilik istananya, atas bilik itu berderak-derik seolah-olah ada seseorang yang sedang berjalan di atas atap. Ibrahim terjaga dan berseru: “Siapakah itu?”

“Sahabatmu. Untaku hilang dan aku sedang mencarinya di atas atap ini,” terdengar sebuah sahutan.

“Bodoh, engkau handak mencari unta di atas atap?” seru Ibrahim.

“Wahai manusia yang lalai,” suara itu menjawab. “Apakah engkau hendak mencari Allah dengan berpakaian sutera dan tidur di atas katil emas?” suara itu menjawab.

Kata-kata itu sangat mengecutkan hati Ibrahim. Ia sangat gelisah dan tidak dapat meneruskan tidurnya. Ketika hari telah siang, Ibrahim pergi ke ruang tamu dan duduk di atas singgahsananya sambil berfikir-fikir, risau dan merasa amat bimbang. Para menteri berdiri di tempat masing-masing dan hamba-hamba telah berbaris sesuai dengan tingkatan mereka. Kemudian dimulakan pertemuan terbuka.

Tiba-tiba seorang lelaki berwajah menakutkan masuk ke dalam ruang tamu itu. Wajahnya begitu menyeramkan sehingga tidak seorang pun di antara anggota-anggota mahupun hamba-hamba istana yang berani menanyakan namanya. Semua lidah menjadi kelu. Dengan tenang lelaki tersebut melangkah ke depan singgahsana.

“Apakah yang engkau inginkan?” tanya Ibrahim.

“Aku baru sahaja sampai ke tempat persinggahan ini,” jawab lelaki itu.

“Ini bukan tempat persinggahan para kafilah. Ini adalah istanaku. Engkau sudah gila!” Ibrahim mengherdiknya.

“Siapakah pemilik istana ini sebelum engkau?” tanya lelaki itu.

“Ayahku!” jawab Ibrahim.

“Dan sebelum ayahmu?”

“Datukku!”

“Dan sebelum datukmu?”

“Ayah dari datukku!”

“Dan sebelum dia?”

“Datuk dari datukku!”

“Ke manakah mereka sekarang ini?” tanya lelaki itu.

“Mereka telah tiada. Mereka telah mati,” jawab Ibrahim.

“Jika demikian, bukankah ini tempat persinggahan yang dimasuki oleh seseorang dan ditinggalkan oleh yang lainnya?”

Setelah berkata demikian lelaki itu hilang. Sesungguhnya ia adalah Nabi Khidir as. Kegelisahan dan kerisauan hati Ibrahim semakin menjadi-jadi. Ia dihantui oleh bayang-bayangnya sendiri dan terdengar suara-suara di malam hari; kedua-duanya sama merisaukan. Akhirnya kerana tidak tahan lagi, pada suatu hari Ibrahim berkata: “Siapkan kudaku! Aku hendak pergi berburu. Aku tidak tahu apakah yang telah terjadi terhadap diriku sejak kebelakangan ini. Ya Allah, bilakah semua ini akan berakhir?”

Setelah kudanya disiapkan lalu ia berangkat pergi memburu. Kuda itu dipacunya melalui padang pasir, seolah-olah ia tidak sedar akan segala perbuatannya. Dalam kerisauan itu ia terpisah dari rombongannya. Tiba-tiba terdengar olehnya sebuah seruan: “Bangunlah!”

Ibrahim pura-pura tidak mendengar seruan itu. Ia terus memacu kudanya. Untuk kali keduanya suara itu berseru kepadanya, namun Ibrahim tetap tidak mempedulikannya. Ketika suara itu berseru untuk kali ketiganya, Ibrahim semakin memacu kudanya. Akhirnya untuk kali keempat, suara itu berseru: “Bangunlah sebelum engkau kupukul!”

Ibrahim tidak dapat mengendalikan dirinya. Di saat itu terlihat olehnya seekor rusa. Ibrahim hendak memburu rusa itu tetapi tiba-tiba binatang itu berkata kepadanya: “Aku disuruh untuk memburumu. Engkau tidak dapat menangkapku. Untuk inikah engkau diciptakan atau inikah yang diperintahkan kepadamu?”

“Tuhan, apakah yang menghalang diriku ini?” seru Ibrahim. Ia memalingkan wajahnya dari rusa tersebut. Tetapi dari tali pelana kudanya terdengar suara yang menyerukan kata-kata yang serupa, Ibrahim kebingungan dan ketakutan. Seruan itu semakin jelas kerana Allah Yang Maha Berkuasa mahu menunaikan janji-Nya. Kemudian suara yang serupa berseru lagi dari bajunya. Akhirnya sempurnalah seruan Allah itu dan pintu syurga terbuka bagi Ibrahim. Keyakinan yang teguh telah tertanam di dalam dadanya. Ibrahim turun dari tunggangannya. Seluruh pakaian dan tubuh kudanya basah oleh cucuran air matanya. Dengan sepenuh hati Ibrahim bertaubat kepada Allah.

Ketika Ibrahim menyimpang dari jalan raya, ia melihat seorang gembala yang memakai pakaian dan topi dibuat dari bulu kambing biri-biri. Pengembala itu sedang menggembalakan sekumpulan binatang. Setelah diamatinya ternyata si pengembala itu adalah hambanya yang sedang menggembalakan biri-biri kepunyaannya. Kepada pengembala itu Ibrahim menyerahkan pakaian yang bersulam emas, topinya yang bertatahkan batu permata dan biri-biri tersebut, sedang dari pengembala itu Ibrahim meminta pakaian dan topi dari bulu biri-biri yang sedang dipakainya. Ibrahim lalu memakai pakaian dan topi bulu milik pengembala itu dan semua malaikat menyaksikan perbuatannya itu dengan penuh kekaguman.

“Betapa megah kerajaan yang diterima putera Adam ini,” malaikat-malaikat itu berkata. “Ia telah mencampakkan pakaian keduniaan yang kotor lalu menggantikannya dengan jubah kepapaan yang megah.”

Dengan berjalan kaki, Ibrahim bermusafir melalui gunung-ganang dan padang pasir yang luas sambil menyesali segala dosa-dosa yang pernah dilakukannya. Akhirnya ia sampai di Merv. Di sini Ibrahim melihat seorang lelaki terjatuh dari sebuah jambatan. Pasti ia akan mati dihanyutkan oleh air sungai.

“Dari jauh Ibrahim berseru: “Ya Allah, selamatkanlah dia!”

Seketika itu juga tubuh lelaki itu berhenti di awang-awangan sehingga orang lain tiba dan menariknya ke atas. Dan dengan merasa hairan mereka memandang Ibrahim: “Manusia apakah itu?” seru mereka.

Ibrahim meninggalkan tempat itu dan terus berjalan sampai ke Nishapur. Di kota Nishapur Ibrahim mencari sebuah tempat terpencil di mana ia dapat tekun mengabdikan diri kepada Allah. Akhirnya bertemulah ia dengan sebuah gua yang akan menjadi amat terkenal. Di dalam gua itulah Ibrahim menyendiri selama sembilan tahun, tiga tahun pada setiap ruang yang terdapat di dalamnya. Tidak seorang pun yang tahu apakah yang telah dilakukannya baik siang mahupun malam di dalam gua itu, kerana hanya seorang manusia yang luar biasa gagahnya yang sanggup bersendirian di dalam gua itu pada malam hari.

Setiap hari Khamis, Ibrahim memanjat keluar dari gua tersebut untuk mencari kayu api. Keesokan paginya ia pergi ke Nishapur untuk menjual kayu-kayu itu. Setelah melakukan solat Jumaat ia pergi membeli roti dengan wang yang diperolehinya. Roti itu separuhnya diberikan kepada pengemis dan separuhnya lagi untuk membuka puasanya. Demikianlah yang dilakukannya setiap minggu.

Pada suatu malam di musim salji, Ibrahim sedang berada di tempat beribadah. Malam itu udara sangat dingin dan untuk bersuci Ibrahim harus memecahkan ais. Sepanjang malam badannya menggigil namun ia tetap mengerjakan solat dan berdoa hingga fajar menyinsing. Ia hampir mati kediginan. Tiba-tiba ia teringat pada api. Di atas tanah dilihatnya ada sebuah kain bulu. Dengan kain bulu itu sebagai selimut ia pun tertidur. Setelah hari terang benderang barulah ia terjaga dan badannya terasa hangat. Tetapi ia segera sedar bahawa yang disangkanya sebagai kain bulu itu adalah seekor naga dengan biji mata berwarna merah darah. Ibrahim berdoa: “Ya Allah, Engkau telah mengirimkan mahkluk ini dalam bentuk yang halus, tetapi sekarang terlihatlah bentuk sebenarnya yang sangat mengerikan. Aku tidak kuat menyaksikannya.”

Naga itu segera bergerak dan meninggalkan tempat itu setelah dua atau tiga kali bersujud di depan Ibrahim.

Ibrahim bin Adham pergi ke Makkah

Ketika kemasyhuran kealimannya tersebar luas, Ibrahim meninggalkan gua tersebut dan pergi ke Makkah. Di tengah perjalanan, Ibrahim berjumpa dengan tokoh besar agama yang mengajarkan kepadanya Nama Yang Teragung dari Allah dan setelah itu pergi meninggalkannya. Dengan Nama Yang Teragung itu Ibrahim menyeru Allah dan sesaat kemudiaan nampaklah olehnya Nabi Khidir as.

“Ibrahim,” kata Nabi Khidir kepadanya. “Saudaraku Daud yang mengajarkan kepadamu Nama Yang Teragung itu.”

Kemudian mereka berbincang-bincang mengenai berbagai masalah. Dengan izin Allah swt Nabi Khidir adalah manusia pertama yang telah menyelamatkan Ibrahim.

Mengenai kisah selanjutnya, perjalanannya menuju ke Makkah Ibrahim menceritakan seperti berikut ini: “Setibanya di Zatul Iraq, kudapati seramai tujuh puluh orang yang berjubah kain perca bergelimpangan mati dan darah mengalir dari hidung dan telinga mereka. Aku berjalan di sekitar mayat-mayat tersebut, ternyata salah seorang di antaranya masih hidup.”

“Anak muda, apakah yang telah terjadi?” Aku bertanya kepadanya.

“Wahai anak adam,” jawabnya padaku. “Duduklah berhampiran air dan tempat solat, janganlah menjauhinya agar engkau tidak dihukum, tetapi jangan pula terlalu dekat agar engkau tidak celaka. Tidak seorang manusia pun bersikap terlampau berani di depan sultan. Takutilah Sahabat yang memukul dan memerangi para penziarah ke tanah suci seakan-akan mereka itu orang-orang kafir Yunani. Kami ini adalah rombongan sufi yang menembus padang pasir dengan berharap Allah dan berjanji tidak akan mengucapkan sepatah katapun di dalam perjalanan, tidak akan memikirkan apa pun kecuali Allah, sentiasa membayangkan Allah ketika berjalan mahupun istirehat, dan tidak peduli kepada segala sesuatu kecuali kepada-Nya.”

Setelah kami mengharungi padang pasir dan sampai ke tempat di mana para penziarah harus mengenakan jubah putih, Khidir as datang menghampiri kami. Kami mengucapkan salam kepadanya dan Khidir membalas salam kami. Kami sangat gembira dan berkata: “Alhamdulillah, sesungguhnya perjalanan kita telah diredhai Allah, dan yang mencari telah mendapatkan yang dicari, kerana bukankah orang soleh sendiri telah datang untuk menyambut kita.” Tetapi saat itu juga berserulah sebuah suara dalam diri kami: “Kamu pendusta dan berpura-pura! Begitulah kata-kata dan janji kamu dahulu? Kamu lupa kepada-Ku dan memuliakan yang lain. Binasalah kamu! Aku tidak akan membuat perdamaian dengan kamu sebelum nyawa kamu Kucabut sebagai pembalasan dan sebelum darah kamu Kutumpahkan dengan pedang kemurkaan! Manusia-manusia yang engkau saksikan bergelimpangan di sini, semuanya adalah korban dari pembalasan itu. Wahai Ibrahim, berhati-hatilah engkau! Engkau pun mempunyai cita-cita yang sama. Berhati-hatilah atau pergilah jauh-jauh dari situ.?

Aku sangat takut mendengar kisah itu. Aku bertanya kepadanya: “Tetapi mengapakah engkau tidak turut dibinasakan?”

Kepadaku dikatakan: “Sahabat-sahabatmu telah matang sedang engkau masih mentah. Biarlah engkau hidup sesaat lagi dan akan menjadi matang. Setelah matang engkau pun akan menyusul mereka.”

Setelah berkata demikian ia pun menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Ibrahim tiba di Makkah

Empat belas tahun lamanya Ibrahim mengharungi padang pasir dan selama itu pula ia selalu berdoa dan merendahkan diri kepada Allah. Ketika hampir sampai ke kota Makkah, para sesepuh kota hendak menyambutnya.Ibrahim mendahului rombongannya agar tidak seorang pun dapat menyenali dirinya. Hamba-hamba yang mendahului para sesepuh tanah suci itu melihat Ibrahim, tetapi kerana belum pernah bertemu dengannya, mereka tidak mengenalinya. Setelah Ibrahim begitu dekat, para sesepuh itu berseru:” Ibrahim bin Adham hampir sampai. Para sesepuh tanah suci telah datang menyambutnya.”

“Apakah kamu inginkan dari si bidaah itu?” tanya Ibrahim kepada mereka. Mereka langsung menangkap Ibrahim dan memukulnya.

“Para sesepuh tanah suci sendiri datang menyambut Ibrahim tetapi engkau menyebutnya bidaah?” herdik mereka.

“Ya, aku katakan bahawa dia adalah seorang bidaah,” Ibrahim mengulangi ucapannya.

Ketika mereka meninggalkan dirinya, Ibrahim berkata pada dirinya sendiri: “Engkau pernah menginginkan agar para sesepuh itu datang menyambut kedatanganmu, bukankah telah engkau perolehi beberapa pukulan mereka? Alhamdulillah, telah kusaksikan betapa engkau telah memperoleh apa yang engkau inginkan!”

Ibrahim menetap di kota Makkah. Ia selalu ditemani beberapa orang sahabat dan ia memperolehi nafkah sebagai tukang kayu.

Suatu ketika Ibrahim bin Adham, melewati pasar yang ramai. Selang beberapa saat beliau pun dikerumuni banyak orang yang ingin minta nasehat. Salah seorang di antara mereka bertanya, “Wahai Guru! Allah telah berjanji dalam kitab-Nya bahwa Dia akan mengabulkan doa hamba-Nya. Kami telah berdoa setiap hari, siang dan malam, tapi mengapa sampai saat ini doa kami tidak dikabulkan?”

Ibrahim bin Adham diam sejenak lalu berkata, “Saudara sekalian. Ada sepuluh hal yang menyebabkan doa kalian tidak dijawab oleh Allah.

Pertama, kalian mengenal Allah, namun tidak menunaikan hak-hak-Nya.

Kedua, kalian membaca Al-Quran, tapi kalian tidak mau mengamalkan isinya.

Ketiga, kalian mengakui bahwa iblis adalah musuh yang sangat nyata, namun dengan suka hati kalian mengikuti jejak dan perintahnya.

Keempat, kalian mengaku mencintai Rasulullah, tetapi kalian suka meninggalkan ajaran dan sunnahnya.

Kelima, kalian sangat menginginkan surga, tapi kalian tak pernah melakukan amalan ahli surga.

Keenam, kalian takut dimasukkan ke dalam neraka, namun kalian dengan senangnya sibuk dengan perbuatan ahli neraka.

Ketujuh, kalian mengaku bahwa kematian pasti datang, namun tidak pernah mempersiapkan bekaluntuk menghadapinya.

Kedelapan, kalian sibuk mencari aib orang lain dan melupakan cacat dan kekurangan kalian sendiri.

Kesembilan, kalian setiap hari memakan rezeki Allah, tapi kalian lupa mensyukuri nikmat-Nya.

Kesepuluh, kalian sering mengantar jenazah ke kubur, tapi tidak pernah menyadari bahwa kalian akan mengalami hal yang serupa.”

Setelah mendengar nasehat itu, orang-orang itu menangis.

Dalam kesempatan lain Ibrahim kelihatan murung lalu menangis, padahal tidak terjadi apa-apa. Seseorang bertanya kepadanya. Ibrahim menjawab, “Saya melihat kubur yang akan saya tempati kelak sangat mengerikan,
sedangkan saya belum mendapatkan penangkalnya. Saya melihat perjalanan di akhirat yang begitu jauh, sementara saya belum punya bekal apa-apa. Serta saya melihat Allah mengadili semua makhluk di Padang Mahsyar, sementara
saya belum mempunyai alasan yang kuat untuk mempertanggungjawab kan segala amal perbuatan saya selama hidup di dunia.”

Hasan al-Bashri (110 H/728 M)

Hasan al-Bashri dilahirkan di Madinah dan dibesarkan di Bashrah. Ia terkenal karena kesederhanaan hidupnya dan juga khutbah-khutbahnya di Baghdad. Ia adalah seorang peletak dasar “ilmu tentang hati” (‘ilm al-qulub) yang kemudian dikembangkan oleh para sufi.

Juallah duniamu ini untuk memperoleh akhirat dan engkau memperoleh keduanya, tetapi janganlah engkau menjual akhiratmu untuk dunia ini karena engkau akan kehilangan keduanya sekaligus. Beramallah untuk dunia ini seolah-olah dia tidak ada, dan beramallah untuk akhirat seolah-olah ia tidak akan pernah berakhir: Orang bijak adalah orang yang menganggap dunia ini tidak ada, sehingga ia mencari akhirat, bukan menganggap tidak ada dan mencari dunia ini. Barang siapa yang mengenal Tuhan akan memandang-Nya sebagai seorang sahabat dan barang siapa yang mengenal dunia ini akan memandang Tuhan sebagai musuh.

Barang siapa merasa puas dan tidak membutuhkan sesuatu pun, dan barang siapa mencari kesendirian dan jauh dari manusia, maka ia akan menemukan kedamaian. Barang siapa mengesampingkan hawa nafsunya, maka ia akan menemukan kebebasan; barangsiapa membebaskan diri dari rasa dengki, maka ia akan menemukan persahabatan, dan barangsiapa bersabar menghadapi kesempitan dan kesusahan, maka ia akan siap mencapai keabadian.

Allah berfirman: “Ketika hamba-Ku sibuk mengingat-Ku, Aku akan membuatnya bahagia sewaktu mengingat-Ku. Ketika Aku membuatnya bahagia dan senang dalam mengingat-Ku, ia merindukan-Ku dan Aku pun merindukannya. Dan ketika ia merindukan-Ku dan Aku merindukannya, Ku singkapkan tirai yang menghalangi-Ku dengan nya dan Aku menampakkan diri dihadapannya. Ia tidak melupakan-Ku disaat orang lain melupakan-Ku.

Sunday, February 13, 2011

..Reading From The Mystics of Islam..

...(long time ago..)*belum terlalu lama tapi terasa sudah lama*

Hari itu aku kembali menapak tepian selokan mataram, menyusur ujung kuldesak MM *biarlah lebay ini mendasari prosa-ku yang rapuh* mengejar bis berlabel 7 dengan tergesa. Hari sudah terasa terik, cukup terik hingga ku menarik ujung kerudung membentuk burqa yang asal-asal tanpa memikirkan muasal *hadist*.

Dalam bis terasa pengap, terkungkung gelap dengan lafal para penjajal absal jalanan.

Di JEC sedang ada pameran buku-buku agama (tidak menyebutnya pameran buku islam karena saat pulang aku peroleh ‘The Jesus Family Tomb’). Tanpa hujjah yang benar-benar mumpuni, seperti biasa aku menjalani ritual *don’t be scare 4 the word ritual* meminta petunjuk pada Sang Maha Cinta agar ditunjukkan panduan yang bagus, saat itu benar-benar masa galau mencari pegangan yang bisa ku hujjahkan pada diri sendiri.

Alone... tapi tetap terasa ramai karena yang ku kejar adalah kesenangan hati...

Mencari dengan tak seksama, aku membaca beberapa buku dengan nada dan aksara yang tak biasa. Ku lihat ada sudut rak dengan tumpukkan buku-buku usang, memang tak terlihat menarik, namun ada rasa tertarik untuk sekedar melirik’. Selempar dua lempar hingga beberapa eksemplar ku liat satu buku dengan kesan terlalu kecil untuk sekedar pegangan *nda bisa buat mukul tikus* #meracau.

Judul bukunya terkesan melow dan jambu *weird idiom*. ‘Kala Tuhan Jatuh Cinta’ *wuissss...* mantabb neeh.. bilang akal. Lalu, tak begitu lama exsplore dah tu buku by lembar bin lembar (nulisnya sambil ngantuk).

Ada 40 list nama-nama kekasih Tuhan, yang dalam pemikiranku akan terus jatuh cinta dan di cinta Sang Maha Cinta. Setiap list hanya mampu di isi beberapa lembar yang kupikir akan terlalu singkat untuk di isi pengalaman jatuh cinta-nya mereka,

Namun.. list itu bisa jadi panduan untuk penempuh jalan pemula seperti diriku. Belajar dari para kekasih menapak di jalan terkasih Sang Maha Kasih. Let it be... am thirsty, yang setetes itu akan menjadi segelas, yang segelas akan menjadi sesamudra, aku yakin itu.. *smile...*

Akhirnya pulang dengan ransel penuh, dengan sedekapan tambahan yang membanggakan *untuk pencapaian hari ini* hasil ngubek-ngubek rak yang bersih tak berdebu, hingga pojokan yang tak tersorot lampu.

-Terima kasih Jogja untuk kegalau-an yang penuh pembelajaran-
(..kapan-kapan ku uraikan 40 list yang penuh cinta itu..)
((^ _^’

Tuesday, February 08, 2011

Ulat dan Nabi Daud (dan aku..) *uhukk!!*


...lagi,, pagi ini hampir kesiangan *bukan hampir tapi sudah*, tengok di bak *orang banjar bilang drum* ketemu seekor makhluk, lalu berucap "asemmm.. napa juga ni hewan kecil ada disini, kaya ndak ada kerjaan" #astagfirullah.. jadi ingat cerita ulat dan nabi Daud..



Dalam sebuah kitab Imam Al-Ghozali menceritakan pada suatu hari ketika Nabi Daud AS sedang duduk dalam suraunya sambil membaca kitab az-Zabur, dengan tiba-tiba dia melihat seekor ulat merah pada debu.
Lalu Nabi Daud AS. berkata pada dirinya, “Apa yang dikehendaki Alloh terhadap ulat ini?”

Sesaat saja Nabi Daud selesai berkata begitu, maka Alloh pun mengizinkan ulat merah itu berkata-kata. Lalu ulat merah itu pun mulai berkata-kata kepada Nabi Daud AS, “Wahai Nabi Alloh! Alloh SWT telah mengilhamkan kepadaku untuk membaca ‘Subhanallohu walhamdulillahi walaa ilaaha illallohu wallohu akbar’ setiap hari sebanyak 1000 kali dan pada malamnya Alloh mengilhamkan kepadaku supaya membaca ‘Allohummaa solli alaa Muhammadin annabiyyil ummiyyi wa alaa aalihi wa sohbihi wa sallim’ setiap malam sebanyak 1000 kali.”

Setelah ulat merah itu berkata demikian, maka dia pun bertanya kepada Nabi Daud AS “Apakah yang dapat engkau katakan kepadaku agar aku dapat manfaat darimu?”

Akhirnya Nabi Daud menyadari akan kekhilafannya karena memandang remeh akan ulat tersebut, dan dia sangat takut kepada Alloh SWT maka Nabi Daud AS pun bertaubat dan menyerah diri kepada Alloh SWT.

Begitulah sikap para Nabi AS apabila mereka menyadari kesalahan yang telah dilakukan maka dengan segera mereka akan bertaubat dan menyerah diri kepada Alloh SWT.

Kisah-kisah yang berlaku pada zaman para nabi bukanlah untuk kita ingat sebagai bahan sejarah, tetapi hendaklah kita jadikan sebagai teladan supaya kita tidak memandang rendah kepada apa saja makhluk ciptaan Alloh yang berada di bumi yang sama-sama kita tumpangi ini.

..............

Si ulat berujar pada seorang Nabi Daud “Apakah yang dapat engkau katakan kepadaku agar aku dapat manfaat darimu?”. Lalu... entah apa yang diujarkan si hewan kecil itu buatku yang Boro-boro shaleh, bersyukur saja sering kelewat, ampun dah', @__@ berasa lebih rendah ketimbang ulat_ *kesal bombay dehhh..*

CurCol a.k.a Curhat Colongan *ababil* x__x'

Setelah sekian lama rasa ingin mengekang kata kedalam tulisan muncul lagi, ingin itu beriring dengan kecamuk pikir untuk berhenti memakai jejaring sosial, khususnya yang 'itu' *sok sosialis yang sebenarnya antisosial*. Pikir dasar lalu dikaitkan dengan tujuan penghidupan yang tak ingin ku matikan pada kata "Hanya permainan Tuhan" GodSims.exe

'Jihad' terdengar berat kalau terlalu sempit memandangnya *sebatas mati* membela Tauhid. sejenak aku mendengar bisikan sayup bahwa aku ingin itu', *terdengar naif dan mengada-ada*. yah... mari berpikir untuk memulai dengan tulisan-tulisan dangkal hasil baca sejengkal'.

Oh... iya', about that jejaring sosial,, semakin lama gandrung disitu aku merasa si 'ria' ku makin menjadi-jadi, belum lagi narsis yang kadung kronis nda sembuh-sembuh, trus sudah lama mikir kalo tools itu adalah salah satu antiTauhid *explicit even implicit* milik mereka (masih tak ingin menyebut ras licik itu) #loveadihitler.

'Eksistensi'.. sepertinya hanya hal secuil itu yang diperjuangkan dengan meluangkan waktu yang berharga untuk terbengong-bengong mengurai helai demi helai 'news feed' di bar 'Top News' or 'Most Recently'. Walaupun ada sih manfaat-nya *sarana mencari teman yang lama tak sua*, selain itu... *sedikit berpikir* #malas TAK ADA (tulisan ini kacau sangat).

Tapi.. mungkin akan tetap bertahan dengan jejaring sosial yang satu-nya, eksis hanya dengan kata-kata, aku menyebutnya *kau melihatku layaknya si buta, tak tau aku bagaimana, namun merasa hadirku cukup bermakna* ahh... penyakit lebay-ku kambuh.

00.47 *tengokan menit terakhir untuk curhat colongan* ababil memang... tapi biarlah', jiwa tetap muda untuk semangat membara, agar hidup lebih bermakna *lebay lagi* ......No Nai Saigen......... ^___~'